| Ini adalah Blog Indonesia saya | Blog Inggris | Blog Non-Serious |
| This is my English Blog | English Blog | Non-Serious Blog |

Minggu, 01 Maret 2015

GerryAirlines telah pindah!

Dear Readers,

After several years in writing my blogs, it is time for me to move the blog to a hosted sight. This blog will no longer be updated. Please go to:
http://www.gerryairways.com

I hope you prefer the new site.

Sabtu, 29 Juni 2013

Kapan FAA bisa tidak munafik?

Regulator penerbangan sipil Amerika Serikat, Federal Aviation Administration secara berkala meng-audit regulator penerbangan sipil negara² lain untuk menilai kinerja dan penerapan peraturan dari ICAO. Namun dalam hal ini ada sesuatu yang selalu mengganggu dibenak pikiran saya. FAA ini sudah beberapa kali meng-audit negara lain sampai memberikan sanksi (seperti "country category rating) berdasarkan kemampuan menerapkan peraturan ICAO, namun pernahkah mereka menghukum diri mereka sendiri?

Saya masih ingat argumen² pro-kontra dikalangan penerbang Amerika ketika FAA merubah penggunaan kata² untuk pesawat masuk ke runway dan ber-siap² untuk mengunggu ijin lepas-landas. FAA menggunakan kata² "position and hold" dan seluruh dunia menggunakan "line up and wait". Banyak sekali penerbang bahkan petugas ATC di Amerika yang tidak setuju dengan perubahan ini bahkan sampai ada yang mengatakan perubahan ini membahayakan keselamatan terbang! Ma'af saja, jika mereka ingin berbicara mengenai safety, mari kita ingat² kejadian² petugas ATC di New York JFK yang terkenal sedikit "kejam" dengan penerbang² dari negara² yang bahasa Inggrisnya kurang bagus (padahal penerbang² tersebut dinegara lain diperlakukan dengan baik meskipun ketika ada masalah pengertian bahasa). Jangan lupa cara ATC New York JFK ini berbicara cepat dengan bahasa Inggris yang tidak sesuai dengan ICAO-English, bahkan sampai menghina penerbang² asing tersebut dengan "do you understand English" diteriakkan di frekwensi mereka. Padahal pada saat yang sama, pilot² Amerika banyak yang mengeluh ketika terbang ke negara² yang memperbolehkan bahasa non-Inggris untuk digunakan di radio, seperti Spanyol, Prancis dan Rusia, dan mereka mengeluh bahwa penggunaan bahasa² non-Inggris akan menurunkan kewaspadaan bersama di langit yang padat akan pesawat dan kebiasaan penggunaan bahasa lain tersebut sebaiknya dihentikan.

Lucu kan? Menurut sudut pandang saya yang tidak terlalu serius ini: Bagaimana jika ini semua dimulai dengan Amerika menghentikan penggunaan kata-kata standard FAA diatas langit Amerika dan mulai menggunakan kata-kata standard ICAO, baru setelah itu kita bisa bicara masalah bahasa penerbangan yang serasi!

Gambar diambil dari: http://www.facebook.com/cleared4takeoff



Tentunya, yang saya tulis diatas tidaklah 100% serius maupun tepat, yang saya tulis hanyalah sudut pandang saya saja, namun isu masalah perbedaan penggunaan bahasa ini terus menjadi sumber perdebatan penggunaan bahasa Inggris di penerbangan di dunia!

Selasa, 22 Januari 2013

Ganti ekor pesAAwAAtnyAA dong!


Livery baru American Airlines bisa dibilang adalah sebuah mimpi buruk, mungkin untuk pertama kalinya sebuah pemberontakan di media sosial terjadi bagi airline yang meluncurkan livery baru. Kawab blogger dan twitter saya, @9VSKA dari blog UxMilk.com me-tweet sebuah artikel yang dia temukan: Tear down that tail, American Airlines !

Singkatnya, sebuah grup Facebook bernama "Fix the tAAil" yang dibilang beranggota kalangan penggemar dan profesional bisnis penerbangan memuat alternatif-alternatif livery baru bagi American Airlines.

Pilihan yang ditayangkan oleh Skift.com menurut saya adalah yang terbaik dari semua livery yang dimuat di grup Facebook tersebut:




Sekarang, siapa yang membuat kedua desain ini? Menurut saya ini jauh lebih bagus daripada desain livery baru American Airlines!

Senin, 21 Januari 2013

Jadwal awal 777-300ER Garuda dibuka


Menurut Airlineroute.net, Garuda Indonesia berencana mulai mengoperasikan 777-300ER di bulan Juli 2013.

Rute awal adalah Jakarta-Jeddah 2x sehari (kecuali Sabtu  dari Jakarta dan Jumat dari Jeddah yang hanya dilayani 1x sehari) mulai tanggal 1 Juli 2013 hingga 19 Agustus 2013. Setelah itu penerbangan reguler Jakarta-Jeddah dihentikan selama musim libur lebaran dan dimulai kembali pada 20 September. Pesawat 747-400 yang biasanya menerbangkan rute ini dipindah untuk melayani rute baru, Surabaya-Medan-Jeddah 7x seminggu mulai 1 Agustus hingga 19 Agustus.

Jadwal 777-300ER antara 19 Agustus dan 19 September 2013:
Denpasar-Tokyo Haneda dilayani setiap hari dengan 777-300ER dan dilanjut dengan Denpasar-Jakarta setiap hari (GA405/406).
Jakarta-Tokyo Narita akan dilayani 6x seminggu dengan 777-300ER dan 1x seminggu dengan A330-200 (CGK berangkat Jumat, NRT berangkat Sabtu).

Untuk lebih lanjut, silahkan kunjungi halaman di Airlineroute.net dengan klik link ini.

Livery baru American Airlines kok mirip dengan...

Ketika American Airlines mengumumkan livery baru mereka, saya hanya bisa bengong.

Livery baru American Airlines
Tidak, saya tidak bengong karena terkesima dengan cantiknya livery baru mereka... justru saya hanya bisa geleng-geleng kepala sulit mempercayai apa yang telah mereka lakukan.

Melihat livery baru tersebut saya malah sempat berpikir, apakah Kuba dan Amerika Serikat tiba-tiba berencana menjadi 2 negara yang sahabat? Coba lihat livery American Airlines yang baru dengan:
Pesawat Boeing 757 American Airli... EH SEBENTAR!
MA'AF! Setelah saya pasang kacamata saya ternyata
fotonya adalah pesawat Tupolev Tu-204 milik Cubana.
Sungguh minta ma'af!
Saya sempat berpikir, sudahlah, biarkan livery baru ini berlalu dan berharap akan diganti lagi dalam waktu dekat. Namun, pikiran saya yang sudah berhasil tenang kembali, terguncang lagi ketika melihat:
Iya, setuju! Sangat mencurigakan!
Apakah artinya merger American Airlines dengan US Airways batal dan diganti dengan merger antara American Airlines dan Colgan Air dimana perusahaan pasca-merger-nya akan diberikan suntikan dana oleh Fidel dan Raul Castro sebagai tanda persahabatan antara Cuba dan Amerika Serikat dengan maskapai Cubana sebagai pemegang saham terbesar AMR Group?

Tentu saya hanya berguyon saja diatas. Namun, menurut pendapat serius saya, bukannya lebih baik jika motif di ekor livery American Airlines yang baru menggunakan gambar logo elang barunya?

DEMI TUHAN, GANTI ITU BENDERA DI EKOR DENGAN GAMBAR ELANGNYA INI!


Minggu, 20 Januari 2013

Garuda rencana kembali ke London bulan Oktober 2013


Selagi mengunjungi Inggris, Vice President Marketing Garuda Indonesia, Amelia Syafrina Dewi Nasution, belum lama ini mengumumkan bahwa Garuda Indonesia akan kembali melayani London, kali ini dengan penerbangan non-stop.
"Layanan rute ini akan mulai bulan Oktober tahun ini dan akan menjadi penerbangan non-stop berjadwal pertama antara Jakarta dan London. Jadwal dan harga sedang di finalisasi dan informasi sepenuhnya akan diumumkan sebelum tiket untuk rute ini dijual di bulan April."

Garuda berencana akan menerima 4 Boeing 777-300ER pesanannya. Sebelumnya diperkirakan bahwa Boeing 777-300ER Garuda akan digunakan untuk menerbangkan rute Jakarta-Amsterdam non-stop menggantikan rute Jakarta-Abu Dhabi-Amsterdam yang saat ini menggunakan pesawat A330-200. Setelah dibukanya Jakarta-Amsterdam non-stop, kalangan industri penerbangan baik dalam maupun luar negeri mengira bahwa Garuda akan membuka Jakarta-Abu Dhabi-Frankfurt sambil menunggu pesawat 777-300ER ke-4 tiba sebelum menggantikan rute tersebut dengan rute non-stop. Tentunya, pengumuman Jakarta-London non-stop merubah perkiraan dan rencana yang telah ada sebelumnya, namun jumlah frekwensi penerbangan Jakarta-London ini masih sebuah misteri. Pesawat Boeing 777-300ER Garuda akan dilengkapi dengan 184 kursi kelas ekonomi, 42 kursi flat-bed kelas bisnis, dan 8 half-cabin kelas utama.

Berita ini ditemukan di situs Alternative Airlines, yang merupakan bagian dari General Sales Agent Garuda Indonesia di Inggris, Flight Directors. Berita ini melanjutkan pengumuman oleh Direktur Utama Emirsyah Satar di bulan Desember yang mengatakan bahwa Garuda berencana kembali terbang ke London di akhir 2013 atau awal 2014. Beliau juga mengatakan bahwa ada sekitar 5.000 penumpang yang terbang antara Indonesia dan Inggris setiap harinya.

Penyebab kecelakaan Sukhoi: Sepele tetapi mematikan!

Versi dari artikel ini juga dimuat di majalah Sindo Weekly pada tanggal 10 Januari 2013 dengan judul "Sepele Berujung Petaka." Link ke artikel online di Sindo Weekly akan dimuat disini jika sudah tersedia. 

Dengan meningkatnya tingkat keselamatan dalam penerbangan di dunia, faktor-faktor penyebab setiap kecelakaan yang kompleks akan semakin sepele atau semakin misterius. Peningkatan keselamatan dilakukan dengan mentargetkan perbaikan faktor-faktor penyebab yang berakibat berbahaya namun mudah diperbaiki, lalu yang susah diperbaiki, kemudian siklus tersebut diulang kembali untuk faktor-faktor penyebab yang berakibat bahaya lebih rendah. Inilah perbaikan terus-menerus ini dilakukan agar kita bisa menikmati tingkat keselamatan penerbangan yang tinggi.

Sepele atau misterius dan sulit dimengerti?

Trajectory akhir menimbulkan 

banyak pertanyaan. (Sumber: KNKT)
Namun apakah musibah Sukhoi ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang sepele atau yang misterius dan sulit dimengerti? Menjelaskan kenapa sebuah pesawat yang tergolong mutakhir bisa menabrak gunung tanpa mengalami kerusakan sebelumnya memang sulit apapun faktor penyebabnya, namun lebih sulit lagi untuk kita bisa menjelaskan dan menerima bahwa faktor-faktor penyebab kejadian ini adalah hal-hal yang sepele.


Spekulasi-spekulasi mengenai adanya bom, pembajakan, atau pesawat melakukan manuver-manuver yang bersifat adu nyali seperti yang kita lihat di pameran-pameran kedirgantaraan, hanyalah spekulasi mimpi demi mencari jawaban yang mudah dan cepat. Ketidak cocokan jawaban-jawaban pintas tersebut dengan kenyataan akhirnya mengarah ke tuding-tudingan mencari siapa yang salah dan tentunya, akan jauh mudah untuk menyalahkan mereka yang sudah tiada dibanding memberbaiki kita-kita yang masih hidup untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan tersebut.

Laporan akhir KNKT mengenai musibah yang menimpa Sukhoi Superjet 9 Mei kemarin bisa selesai dalam waktu hanya 6 bulan dan 1 minggu. Laporan yang menurut saya adalah rekor dunia penyimpulan investigasi kecelakaan pesawat yang tercepat di dunia ini berhasil mengungkapkan banyak faktor-faktor penyebab yang sangat sepele. Lalu apa yang bisa kita pelajari dan perbaiki dari kejadian ini?

Sepele tetapi mematikan! 
Chart untuk penerbangan Visual Flight Rules
memberikan informasi topografi yang akurat

untuk penerbangan cross-country maupun 

penerbangam di sebuah area.
(Sumber: KNKT) 
Pertanyaan yang sangat sepele yang timbul dari musibah ini adalah, bagaimana awak pesawat bisa sampai tidak mengetahui adanya Gunung Salak? Dari laporan KNKT, terlihat bahwa persiapan demo flight ini kurang dari segi informasi yang diberikan kepada awak pesawat. Rencana awal untuk terbang ke titik di arah 200 sejauh 20 mil laut dari Halim, pada penerbangan pertama tidak disetujui oleh pihak Briefing Office di Halim, dan merubah rencana penerbangan menjadi ke area Pelabuhan Ratu, namun penerbangan pertama hari itu nyatanya hanya mencapai posisi sekitar rencana awal, pada arah 200 dan 20 mil laut dari Halim. Pada perencanaan penerbangan kedua, awak pesawat pun berasumsi bahwa penerbangan akan seperti sebelumnya yaitu mencapai titik yang sama sebelum kembali ke Halim. Namun, pihal Air Traffic Control (ATC) di Tower Halim mendengar percakapan dari staff Briefing Office bahwa penerbangan pertama terjadi diatas “Bogor Area”. Dengan informasi itu, maka pihak ATC Tower Halim berasumsi penerbangan akan dilakukan di “Bogor Area”, dan informasi tersebut disampaikan ke ATC Approach. Disini, timbul 2 persepsi yang berbeda mengenai titik atau area mana saja yang akan dilalui. Pihak ATC berasumsi “Bogor Area”, sedangkan awak pesawat berasumsi 200 sejauh 20 mil laut dari Halim. Kebetulan, titik yang diasumsikan awak pesawat, berada dalam “Bogor Area”. Namun siapa yang menyangka faktor yang sepele ini menjadi salah satu penyebab kecelakaan?

Faktor sepele berikutnya adalah improvisasi tipe pesawat yang dimasukkan ke dalam sistim ATC menunjukkan kurangnya koordinasi antar bagian di pelayanan lalulintas udara kita. Memang improvisasi terpaksa dilakukan, karena tipe pesawat Sukhoi RRJ-95B (nama resmi Sukhoi Superjet) belum ada dalam database ATC kita, dan pihak ATC memasukkan tipe pesawat Sukhoi Su-30 ke sistim. Sayangnya, memang nama pabriknya sama, Sukhoi, tetapi yang satu adalah pesawat penumpang, yang satu lagi adalah pesawat tempur. Siapa yang bisa menyangka bahwa improvisasi ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan ini?

Peta En-Route chart yang digunakan oleh awak 
pesawat tidaklah cocok untuk digunakan sebagai

sumber referensi topografi karena masalah skala.

Terlihat chart ini juga tidak mencantumkan 
Minimum Off-Route Altitude (MORA). 
(Sumber: KNKT)
Faktor sepele berikutnya adalah masalah chart atau peta yang dibawa oleh awak pesawat. Peta yang dibawa oleh awak pesawat memang ada informasi sederhana mengenai adanya gunung Salak, namun peta tersebut adalah tipe peta yang digunakan untuk terbang antar kota. Pada saat briefing, awak pesawat tidak diberikan peta lainnya yang digunakan untuk terbang rendah di sebuah area ataupun peta yang lebih detail untuk terbang secara visual. Peta yang digunakan informasi mengenai gunung dan dataran tinggi yang ada bisa dibilang hampir tidak berguna untuk penerbangan ini karena skala peta yang digunakan, menghasilkan lokasi Gunung Salak yang lebih jauh dari yang semestinya dan tidak mungkin pula bisa digunakan untuk menghitung sebuah jarak sejauh 20 atau 30 mil laut. Tidak membawa peta yang cocok untuk penerbangan yang akan dilakukan karena peta yang digunakan sudah memiliki informasi dasar mengenai keberadaan gunung dan dataran tinggi, adalah hal yang sepele, dan tetep saja menjadi faktor penyebab.

Ketiga faktor sepele ini, secara masing-masing, tidak mungkin bisa menyebabkan sebuah pesawat yang sedang tidak rusak dan diawaki oleh pilot-pilot yang berpengalaman menabrak gunung. Namun ketika ketiga faktor sepele ini tersusun secara berurutan, maka resiko terhadap si penerbangan nahas tersebut jauh meningkat.

Low-Level En-Route Chart ada yang mencantumkan
MORA serta Training & Restricted Area ketinggian 
rendah. Chart seperti ini akan lebih berguna untuk

melihat kendala topografi dalam melakukan low-level
IFR flight
(Sumber: KNKT)
3 hal sepele jika ber-urutan.
Petugas ATC yang sedang mengawasi penerbangan tersebut memberikan ijin pesawat untuk turun dari 10.000 kaki ke 6.000 kaki karena dia menerima informasi bahwa penerbangan akan dilakukan di “Bogor Area”, dimana ada “Atang Sanjaya Training Area” yang memiliki batas atas di ketinggian 6.000 kaki. 

Turunnya pesawat ke 6.000 kaki meskipun kondisi cuaca tidak cerah dan ada gunung di area sekitar dianggap tidak menjadi faktor karena informasi yang ada di layar radar menyatakan bahwa pesawat tersebut adalah jenis Sukhoi-30 yang merupakan pesawat tempur dengan aturan operasi yang berbeda dengan pesawat transport sipil. 

Dengan tidak membawa peta yang lebih cocok untuk keperluan penerbangan tersebut, awak pesawat tidak menyadari seberapa dekat mereka dengan pegunungan terutama dengan gunung Salak atau bahkan tidak tahu akan adanya sebuah gunung di sana.

Lupakan menyalahkan yang sudah mati karena ada PR bagi kita yang masih hidup.
Ketiga hal sepele tersebut telah menjadi fondasi malapetaka yang terjadi pada tanggal 9 Mei 2012. Kecelakaan ini bisa dikategorikan sebagai human error, namun error yang terjadi tidak terbatas pada petugas ATC yang mengawai pesawat tersebut ataupun pada awak pesawat (pilot error). Sebelum kita menyalahkan awak pesawat karena mematikan Terrain Awareness and Warning System (TAWS) saat sistim tersebut memberikan peringatan, atau menyalahkan sang tamu yang menjadi orang ketiga di kokpit pesawat, kita harus ingat bahwa mereka sudah meninggal sehingga kita tidak perlu mencegah mereka lagi dari berbuat kesalahan. 

Namun yang kita butuh lakukan adalah memperbaiki faktor-faktor sepele yang menjadi fondasi malapetaka ini, karena yang memberikan briefing hari itu, yang memasukkan data tipe pesawat ke sistim ATC, dan yang tidak memberikan peta yang lebih cocok untuk penerbangan nahas tersebut, semua masih hidup, dan kita butuh memperbaiki sistim dan kinerja kita dan mereka, agar faktor-faktor sepele ini tidak lagi menjadi fondasi sebuah malapetaka yang mungkin akan terjadi di masa depan.

Catatan:
Laporan Akhir Investigasi kecelakaan RA97004 bisa ditemukan di SINI atau di SINI.

Indonesia Air siap terbang jet berjadwal


A320 Indonesia Air petama, PK-TAA di South Apron Bandara
Halim Perdanakusuma, Jakarta (Foto dari Twitter)



Rencana rute A320 Indonesia Air

Indonesia Air (I8) , yang lebih dikenal sebagai Indonesia Air Transport, siap terbang terjun ke dunia penerbangan jet berjadwal dengan menggunakan pesawat Airbus A320 yang awalnya akan di-base di Bandung. I8 sengaja memilih Bandung sebagai basis operasi jetnya karena Jakarta sudah cukup banyak penerbangan dan juga kekurangan slot ideal untuk pengoperasian penerbangan berjadwal baru.

Pesawat A320 I8 akan memuat 12 kursi kelas bisnis dan 148 kursi ekonomi. A320 pertama (msn 421) yang digunakan sudah diregistrasi ulang sebagai PK-TAA (sebelumnya EI-DNP). Proving Flights sudah dilakukan sejak tanggal 15 Januari dan I8 berencana akan mulai penerbangan berjadwalnya pada akhir bulan.



Indonesia Air bukanlah pemain baru di dunia penerbangan. Perusahaan didirikan pada tahun 1968 dan berpengalaman melayani penerbangan charter untuk sektor pertambangan minyak dan gas. Sejak tahun 2008, I8 juga telah melayani penerbangan berjadwal dari Bali dan Lombok.

Minggu, 07 Oktober 2012

Garuda menerima CRJ-1000NG pertamanya


Sebuah foto mulai bersirkulasi di internet memperlihatkan persiapan acara serah-terima CRJ-1000NG pertama untuk Garuda. Sayangnya, informasi mengenai acara tersebut belum dapat saya temukan.



Pesawat tersebut, beregistrasi PK-GRA akan diterbangkan ke Indonesia dalam waktu dekat dimana jadwal penerbangan untuk CRJ-1000NG dikabarkan sudah dimasukkan ke sistim pemesanan kursi penerbangan untuk akhir bulan ini.

Kamis, 13 September 2012

Qantas mengancam agar kerjasamanya dengan Emirates disetujui

AirDrama: Qantas mengancam Australia
Dalam pengajuannya ke Komisi Kompetisi dan Konsumen Australia (Australian Competition and Consumer Commission (ACCC)) mengenai kerjasamanya dengan Emirates, Qantas menyatakan akan berhenti terbang ke Eropa jika pengajuannya ditolak dan akan hanya fokus menerbangkan rute² yang menguntungkan.

Kelihatannya ancaman tersebut memang wajar, tetapi cara Qantas menggunakan kartu nasionalismenya bisa dianggap konyol:
"Under such a scenario Australians will lose the benefit of Qantas operating a strong locally based international network airline. This is not in the national interest."
"Dengan skenario tersebut (kerjasama dengan Emirates ditolak oleh ACCC), warga Australia akan dirugikan karena Qantas tidak akan lagi menjadi maskapai internasional Australia yang mempunyai jaringan lokal yang kuat. Ini tidak sesuai dengan kepentingan nasional"
Bukannya alasan yang digunakan Qantas dalam pengumuman kerjasamanya dengan Emirates adalah untuk mengurangi kerugian? Mengapa sekarang Qantas malah secara tidak langsung menyatakan, "kalau disetujui, kita akan sedikit mengurangi kerugian, dan jika tidak disetujui, kita akan banyak mengurangi kerugian..."

Qantas seperti jalan tanpa kepalanya..